SBY Tegaskan Kemiskinan di Indonesia Tinggal 12,5 Persen
Jakarta Kepada dunia internasional,
Presiden SBY menegaskan bahwa kemiskinan di Indonesia tinggal 12,5 persen. SBY
juga memaparkan visi dan misi Pemerintah Indonesia menuju pembangunan
berkelanjutan.
"Ekonomi
dunia telah tumbuh dari 34 triliun USD sampai lebih dari 64 triliun USD pada
saat ini. Perdagangan internasional telah tumbuh tiga kali lipat menjadi 28
triliun USD. Banyak negara telah menyeberang melewati status penghasilan
menengah, termasuk Indonesia. Dan bersama dengan ini kemiskinan seluruh dunia
telah berkurang secara signifikan dari 1,9 miliar pada tahun 1990 menjadi 1,29
miliar tahun 2008. Di Indonesia pun, kemiskinan telah menurun dari 24 persen
pada tahun 1998 menjadi 12,5 persen beberapa hari ini," kata Presiden SBY,
seperti siaran pers Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan, Sabtu (23/6/2012).
Hal ini
disampaikan Presiden SBY dalam pertemuan PBB untuk pembangunan berkelanjutan
atau dikenal juga dengan forum Rio+20 di Riocentro Convention Center, Rio De
Janeiro. Pidato resmi SBY diberi judul “Moving Towards Sustainability: Together
We Must Care The Future We Want"
SBY
memaparkan bahwa upaya Indonesia mencapai tujuan pembangunan milenium pada
tahun 2015 juga menghadapi tantangan. Telah ada beberapa kemajuan, tetapi juga
beberapa tantangan dalam mencapai target.
"Sebagai
contoh, kita membuat kemajuan pada angka kematian bayi dan ibu, kemiskinan,
harapan hidup, tetapi kita belum mencapai target (Millennium Development Goal)
MDG untuk peningkatan gizi bagi anak-anak, sanitasi. Meskipun begitu, saya
tetap optimis bahwa kita dapat menjamin masa depan keberlanjutan,"papar
SBY.
Kunci
perjalanan Indonesia menuju pembangunan yang berkelanjutan, menurut SBY, adalah
teknologi dan inovasi. Dua hal ini yang telah membuat Indonesia berkembang
pesat saat-saat ini.
"Saya
yakin kuncinya adalah teknologi dan inovasi. Ketika Rio forum diselenggarakan 2
dekade yang lalu, kami tidak memiliki internet seperti sekarang kita tahu itu.
Kami tidak memiliki ponsel, sosial media, nano-teknologi, GPS, komputer tablet.
Namun, ini adalah hal-hal yang mengubah masyarakat kita hari ini, dan mendorong
ekonomi baru,"ungkapnya.
SBY
menekankan perlunya dunia mewaspadai pemanasan global. Juga kemungkinan krisis
energi. Yang tentu saja harus dihadapi bersama-sama.
"Kita
akan melihat mobil hibrida, energi pencahayaan efisien. Membersihkan teknologi
batubara, panel surya. Meskipun mungkin mahal untuk saat ini, harga yang pasti
untuk turun seperti telah kita lihat pada ponsel," terang SBY.
Indonesia,
imbuh SBY, juta telah melakukan banyak kesepakatan global. Utamanya menyangkut
pengurangan emisi. "Ini adalah mengapa Indonesia, tanpa menunggu
kesepakatan global, di tengah-tengah kebuntuan pada tahun 2009 membuat
keputusan penting untuk mengurangi emisi sebesar 26 persen pada tahun 2020,
atau 41 persen dengan dukungan internasional," papar SBY.
Tekanan
pertambahan penduduk yang luar biasa besar diyakini bisa menjadi masalah
tersendiri. Hal ini juga harus diwaspadai bersama. SBY mengajak dunia
internasional bersatupadu mencari solusi.
"Kami
melihat tekanan pertumbuhan antara pertumbuhan penduduk dan sumber daya yang
tersedia. Populasi dunia telah melewati batas 7 miliar dan menuju 9 miliar
orang sebelum tahun 2050. Memang, kita telah melihat kasus yang mengkhawatirkan
seluruh dunia di mana kompetisi berubah menjadi konflik,"ingatnya.
Kita juga
perlu kolaborasi yang lebih besar, bukan konfrontasi. Kita semua memiliki
tujuan yang sama. Di Indonesia, kita selalu bersedia untuk bermitra dengan
semua stakeholder berdasarkan kepentingan umum: LSM, masyarakat sipil, kelompok
kepentingan, bisnis, media, akademisi,"tandasnya.
Komentar
Posting Komentar