Demokrat: Popularitas Anas Turun Dampak Media


"Apa yang dituduhkan Nazar itu menyudutkan Anas dan merugikannya."

Minggu, 8 Juli 2012
Anas Urbaningrum
Anas Urbaningrum
VIVAnews - Berdasarkan survei Syaiful Mujani Research and Consulting, dalam konteks siapa yang dipilih sebagai presiden jika Pilpres dilakukan saat ini, 60 persen responden, dari total 1.219 orang, menyatakan belum tahu.
Sementara 10,6 persen memilih Prabowo, 8 persen memilih Megawati, 4,4 persen memilih Aburizal Bakrie, memilih SBY 4,2 persen, JK 3,7 persen, Surya paloh 1,4 persen, Wiranto 1,1 persen persen, Sri Sultan Hamengkubowo X 0,9 persen, Dahlan Iskan, 0,9 persen, Hatta Rajasa 0,7 persen, Mahfud MD 0,7 persen, dan Boediono 0,6 persen. Sementara yang berminat memilih Anas hanya 0,2 persen.
Menanggapi itu, fungsionaris Partai Demokrat, Ramadhan Pohan mengatakan, kecilnya angka untuk Anas dikarenakan dampak pemberitaan selama ini yang selalu menyudutkan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut. Terutama terkait pernyataan Muhammad Nazaruddin.

"Ini sebuah realitas, dampak dari pemberitaan di media selama ini. Apa yang dituduhkan Nazar itu menyudutkan Anas dan merugikannya," ujar Ramadhan pada diskusi "Tantangan Calon Presiden Populer" di Hotel Four Seasons, Jakarta, Minggu, 8 Juli 2012.
Ramadhan menambahkan, banyaknya tuduhan yang selama ini dilempar kepada Anas menimbulkan opini negatif di masyarakat.
"0,20 persen itu realitas yang kami anggap dari dampak pemberitaan, perpolitikan kita ini kan terpengaruh dari pemberitaan, apa yang dituduh Nazar itu juga menyudutkan AU (Anas Urbaningrum) dan itu merugikan," ujarnya.

Meski demikian, Ramadhan mengatakan, masih ada waktu bagi partainya untuk melakukan pembenahan internal.

"Dua tahun ini masih ada waktu, itu juga kan melalui survei, kami juga melalui survei internal melakukan hal yang serupa," kata Ramadhan.

Bagaimana dengan perolehan Susilo Bambang Yudhoyono yang juga kecil, meski ia tak bisa maju kembali pada Pilpres 2014.
Ramadhan mengatakan, berdasarkan sebuah survei sebelumnya, tingkat kepercayaan publikkepada lembaga kepresidenan masih tinggi bahkan di atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Pak SBY masih dipandang publik untuk ditolerir. Pengenangan, seperti pada Pak Harto (Soeharto), juga akan terjadi ke Pak SBY."

Sementara, menanggapi 60 persen kekosongan, Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Bima Arya menyatakan sejumlah tokoh masih bisa berusaha lebih keras untuk menarik dukungan masyarakat. Dua tahun jelang Pemilu, kata dia, cukup untuk menunjukkan potensi masing-masing tokoh.

"Keadaan 60 persen tanpa nama ini, membuka peluang bagi calon alternatif lain yang belum melakukan sosialisasi, sehingga bisa menjadi lebih populer nantinya. Pada dasarnya saat ini memang belum ada tokoh yang kuat secara elektoral," kata Bima Arya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dewan Perwakilan Monyet

JEJAK SANG PENABUR BENIH

Ulama Saudi: Awal Puasa 20 Juli